Indonesia tengah menghadapi krisis air bersih yang semakin memburuk. Data terbaru dari World Water Forum menunjukkan bahwa lebih dari 30 juta penduduk Indonesia masih kesulitan mendapatkan akses air bersih. Fenomena ini diperparah oleh perubahan iklim, polusi sungai, dan buruknya pengelolaan sumber daya air.
Di Jakarta, misalnya, banyak warga bergantung pada air tanah yang kualitasnya sering tidak memenuhi standar kesehatan. Polusi mikroplastik dan limbah industri juga menjadi ancaman besar bagi keberlanjutan sumber air. Di pedesaan, akses air bersih bahkan lebih minim akibat infrastruktur yang belum memadai.
Mengatasi krisis ini membutuhkan pendekatan holistik. Edukasi masyarakat, investasi dalam teknologi pengolahan air, serta penguatan regulasi lingkungan menjadi kunci utama. Jika tidak segera ditangani, dampak jangka panjang krisis ini bisa meluas, mengancam kesehatan dan ekonomi masyarakat.
Krisis air di negara tropis dengan sumber daya alam dan sumber air yang melimpah seperti di Indonesia ini tentu adalah sebuah ironi. Bahkan, tak harus sampai pelosok pedalaman di kota-kota besar saja akses untuk air yang layak juga cukup susah didapat. Ambil contoh saja ibukota kita di Jakarta, berapa banyak sumber air yang tercemar?
Memang betul masyarakat di kota besar cenderung lebih mudah mendapat akses air melalui air PAM atau sumur artesis. Tapi tetap saja air yang seringkali keruh, kekuningan atau bau limbah dan kaporit sebenarnya tetap saja tidak layak konsumsi.
Tentu hal ini bukan serta merta menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya. Seperti yang disebutkan di atas, kunci dari permasalahan ini adalah kesadaran penuh kita sebagai masyarakat untuk aktif dalam menjaga sumber air. Dimulai dari hal-hal kecil, lambat laun kebiasaan kecil yang kita mulai pastinya akan mampu memberikan dampak besar nantinya.
Hadapi krisis air bersih, dimulai dari kita sendiri!